SEJARAH FILSAFAT MASUK KEDUNIA ISLAM
Pengetahuan di bangun atas dasar pengenalan
indrawi dan dengan adanya kekuatan rasio. Akan tetapi, kebenaran indrawi dan
rasio belum menyentuh kebenaran esensi yang tetap karena fungsi esensi sesuatu
dapat memegang cirri – cirri subtansinya yang pokok ketika terjadi perugbahan
keadaan. Dari subtansi tersebut kemudian timbul kebenaran lahiriah yang indrawi
dengan rohaniah yang esensi yang di hubungkan dengan berbagai pendekatan.
Jika kita melihat awan yang menebal itu
pertanda akan turun hujan, dan jika ada orang yang sakit ia harus berobat.
Hubungan – hubungan tersebut baru bisa di ketahui setelah mengerti adanya
esensi sesuatu yakni susunan dan ciri – ciri yang khas . jika ia telah
mengetahui esensi penyakit dan esensi obat, ia bisa mengetahui rahasia dan cara
kerja obat tersebut terhadap badan yang sakit, dan mengetahui pula bahwa kedua
permasalahan tersebut memiliki hubungan dan keseimbangan yang memungkinkan obat
tesebut bisa menghilangkan rasa sakit dan dapat menyembuhkan si sakit tersebut
atas perantara obat. Pengetahuan inilah yang menjadi empiris manusia.
Akan tetapi, siapakah yang menyembuhkan orang
yang sakit? Apakah benar benar obat yang membuatnya sembuh? Lalu darimana
asalnya obat, dan siapa yang mula menciptakannya serta mengapa bisa
menyembuhkan?. Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul, tetapi jawabannya belum
di temukan. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan – pertanyaan itu, kemudian
lahirlah filsafat yang mencoba memikirkan secara kontemplatif tentang kebenaran
hakiki dari segala sesuatu dan segala sesuatu yang benar – benar hakiki.[1]
Pertanyaan tidak terhenti di situ, bermula dari
mana asal mula penyakit dan obat. Manusia pun mempertanyakan penggerak semua
yang ada di ala mini? Yang tentu dialah yang menyembuhkan seluruh penyakit dan
yang menjadikan sehat juga dari-Nya, demikian pula dengan obat, tentu dialah
yang memilikinya. Dari semua ini kemudian banyaklah orang yunani, Persia,
Romawi dan sebaginya mencari tahu. Dari kesemua itu kemudian muncullah seorang
filosof dari agama islam pada abad pertengahan kemudian mencari jawaban
tersebut dari filosofis terkenal “Aristoteles”, ia menerjemahkan dan menghayati
apa yang ada pada makna dari isi buku Aristoteles. Yang kemudian hari
menimbulkan perkembangan yang pesat di dunia filsafat.[2]
Filsafat Islam adalah pengetahuan tentang
segala yang ada dan harus di buktikan melalui metode atau cara yang digunakan
untuk menyelidiki asas dan sebab suatu benda tersebut[3]
berdasarkan pemikiran agama islam yang sesuai dengan al-quran dan al-hadits.
Filsafat islam masuk dan di jumpai kaum muslimin pada abad ke-8 M/ 2 H melalui
filsafat Yunani. Kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah – daerah islam
(Siriah, Persia, Mesopotamia dan Mesir) melalui ekspansi Alexander Agung.
Alexsander datang dengan tidak menghancurkan perdaban dan kebudayaan Persia,
bahkan sebaliknya ia berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Hal ini
memunculkan pusat – pusat kebudayaan Yunani di daerah tersebut di antaranya
filsafat kemudian pada masa Dinasti Bani Umayyah filsafat mulai berpengaruh
kepada kebudayaan arab. Seiring dengan zaman dan waktu, barulah pada masa Bani
Abbasiyah kebudayaan Yunani berkembang semakin cepat terutama filsafat karena orang
– orang Persia pada masa itu memiliki peranan penting dalam struktur
pemerintahannya. Dan pada zaman Al-Makmun melakukan penerjemahan naskah –
naskah ilmu filsafat dan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa arab.
Ketersediaan buku – buku terjemahan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan muslim untuk berkenalan denga ilmu
pengetahuan dan filsafat. Dari wilayah – wilayah dari belahan timur tersebut
terutama Baghdad, ilmu filsafat dalam islam
mulai berkembang luas.[4]
Pada abad ke-4 H dengan dorongan dan bantuan
dari pihak penguasa, terutama pada masa pemerintahan khalifah Hakam II (350-366
H/ 937-953 M) di Andalusia Spanyol, filsafat islam belahan timur baru masuk
secara besar – besaran ke dunia islam belahan barat tersebut (Spanyol).
Berkembangnya ilmu filsafat di dunia islam ini pada akhirnya telah melahirkan
sejumlah filsof terkenal dari kalangan muslim. Meraka antara lain Al-Kindi, Ar-Rozi, Al-Farabi, Ibnu
maskawaih,Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd. Mereka
memanfaatkan materi filsafat dari para filsuf Yunani, seperti Plato,
Aritoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, serta berpegang teguh pada
ajaran Al-quran dan Al-hadits Rosulullah SAW.[5]
Al-Kindi
Nama aslinya abu Yusuf bi
Ishak al-kindi, ia berasal dari Kindah di Yaman tetapi lahir di kufah di tahun
796 M. orang tuanya adalah Gubernur dari Basrah. Setelah
dewasa ia pergi ke Baghdad dan mendapat lindungan dari kahlifah Al –Makmun , di
sana kemudian ia belajar ilmu pengetahuan dan pemikir islam. Tidak lama
kemudian, Al-Kindi mengalami kemajuan pemikiran islam dan penerjemahan buku
asing ke dalam bahasa arab, bahkan ia termasuk pelopornya. Bermacam – macam
ilmu telah dikajinya terutama filsafat. Al-Kindi tidak banyak membicarakan
persoalan – persoalan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya,
tetapi ia lebih tertarik dengan definisi – definisi dan penjelasan kata – kata
serta lebih mengutamakan ketelitian pemakaian kata – kata dari pada menyalami
problem – problem filsafat.[6]
Bagi Al-Kindi filsafat merupakan pengetahuan tentang yang benar, di sinilah
terlihat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yiang
benar dan apa yang baik, filsafat itulah pula tujuannya.[7]
Tuhan dalam filsafat Al-Kindi tidak mempunyai
hakekat dalam arti aniah (juz`i) atau mahiah (universal). Tidak aniah karena
tuhan tidak termasuk dalam benda – benda yang ada dalam alam, bahkan ia adalah
pencipta alam. Selain itu, tuhan juga tidak mempunyai hakekat dalam bentuk
mahiah, karena tuhan tidak merupaka genus atau spesies. Tuhan adalah yang benar
pertama dan tunggal, hanya ialah yang satu, selain dari tuhan mengandung arti
banyak. Sesuai dalam paham yang ada dalam islam, tuhan bagi Al-Kindi adalah
pencipta dan bukan penggerak pertama sebagaimana pendapat Aristoteles. Alam
bagi Al-kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi mempunyai permualaan.[8]
Al-Farabi
Nama aslinya Abu Nasr
Muhammad Al-Farabi, ia lahir di Wasij suatu desa di Farab tahun 870 M. sejak
kecil, ia suka belajar dna ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam bidang
bahasa. Setelah dewasa ia mulai belajar filsafat dan
ilmu logika ke Baghdad, dan ia pula belajar ilmu pengetahuan yang lain.
Al-Farabi adalah seorang filofsof islam yang
pertama dengan sepenuh arti kata. Ia telah dapat menciptakan suatu system
filsafat yang lengkap dan memainkan peranan yang penting dalam dunia islam
sehingga ia mendapat gelar “guru kedua” (al-mu`allim ats-tsani) sebagai
kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat gelar “guru pertama” (al-muallim
al-awwal). Al-Farabi memiliki gelar tersebut karena banyak yang berguru
kepadanya di antaranya Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan filosof – filosof lain yang
datang sesudahnya.
Pada abad pertengahan, Al-Farabi menjadi sangat
terkenal, sehingga orang – orang Yahudi banyak yang mempelajari karangan –
karangannya dan di salin ke dalam bahasa ibrani. Sampai sekarang salinnan
tersebut masih tersimpan di perpustakaan – perpustakaan Eropa.[9]
Ibnu
Sina
Nama aslinya adalah Abu
Ali Husein Ibnu Abdillah Ibnu Sina, ia lahir di Afsyana suatu tempat yang
terletak di dekat Bukhara tahun 980 M. orang tuanya berkedudukan sebagai
pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Samani. Semenjak
kecil ia telah banyak mempelajari ilmu – ilmu kedokteran, hokum, filsafat dan
lain – lain.
Seiring dengan perkembangannya, Ibnu Sina dalam
pemikiran filsafatnya, pemikiran terpenting yang di hasilkan Ibnu Sina ialah
filsafatnya tentang jiwa. Menurutnya, ada tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya
sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran
tentang tuhan timbul akal – akal dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai
wajib wujudnya timbul jiwa – jiwa dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai
mungkin wujudna timbul langit – langit.[10]
Ibnu
Rusyd
Ia adalah Abul Walid
Muhammad bin Ahmad ibnu Rusyd, lahir di Codova pada tahun 520 H. ia berasal
dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai
kedudukan tinggi di Andalusia. Ayahnya
adalahl seorang hakim, dan neneknya yang terkenal dengan sebutan “Ibnu Rusyd
al-jadd” adalah kepala hakim di Cordova.
Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan
pengulas terhadap filsafat Aristoteles. Ia memandang Aristoteles sebagai manusia
sempurna dan ahli piker terbesar yang telah mencapai kebenaran yang tidak
mungkin bercampur kesalahan, ia juga berkeyakinan bahwa filsafat Aristoteles
apabila dipahami sebaik – baiknya tidak akan berlawanan dengan pengetahuan
tertinggi yang bisa di capai oleh manusia bahkan perkembangan kemanusiaan telah
mencapai tingkat yang tertinggi pada diri Aristoteles sehingga tidak ada orang
yang melebihinya. Dari itulah sehingga Ibnu Rusyd berusaha keras untuk
menjelaskan pemikiran – pemikiran Aristoteles yang masih gelap dan
memperbandingkannya satu sama lain. Oleh karena itu, ia hanya bermaksud
mengabidkan hidupnya untuk menjelaskan filsafat Aristoteles dan pemikiran –
pemikirannya yang sukar di pahami.[11]
Ibnu Rusyd menjelaskan filsafat Aristoteles
neo-platonisme yang sukar dipahami tersebut. sehingga ibnu Rusyd terpengaruh
dan ia mempunyai aliran filsafat sendiri. Dari alirannya filsafatnya, ibnu
Rusyd mengatakan bahwa tiap muslimmesti percaya pada tiga dasar keagamaan
yaitu: adanya tuhan, adanya rosul dan adanya pembangkitan. Hanya orang yang
tidak pada salah satu dari ketiga dasar inilah yang boleh dicap kafir.[12]
Dengan demikian, filsafat islam berkembang
melalui bangsa Yunani pada abad ke-8 M/ 2 H. Kebudayaan dan filsafat Yunani
masuk ke daerah – daerah islam (Siriah, Persia, Mesopotamia dan Mesir) melalui
ekspansi Alexander Agung. Seiring dengan zaman dan waktu, pada masa Bani
Abbasiyah kebudayaan Yunani berkembang semakin cepat terutama filsafat kerana
orang – orang Persia pada masa itu memiliki peranan penting dalam struktur
pemerintahannya. Dan pada zaman Al-Makmun melakukan penerjemahan naskah –
naskah ilmu filsafat dan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa arab.
Ketersediaan buku – buku terjemahan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan muslim
untuk berkenalan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat. Dari wilayah – wilayah
dari belahan timur tersebut terutama Baghdad, ilmu filsafat dalam islam mulai berkembang luas.
Kemudian pada abad ke-4 H dengan dorongan dan
bantuan dari pihak penguasa, terutama pada masa pemerintahan khalifah Hakam II
(350-366 H/ 937-953 M) di Andalusia Spanyol, filsafat islam belahan timur baru
masuk secara besar – besaran ke dunia islam belahan barat tersebut (Spanyol).
Berkembangnya ilmu filsafat di dunia islam ini pada akhirnya telah melahirkan
sejumlah filsof terkenal dari kalangan muslim. Meraka antara lain Al-Kindi, Ar-Rozi, Al-Farabi, Ibnu
maskawaih,Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd. Mereka
memanfaatkan materi filsafat dari para filsuf Yunani, seperti Plato,
Aritoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, serta berpegang teguh pada
ajaran Al-quran dan Al-hadits Rosulullah SAW.
Dari
semua pemikir islam, kebanyakan belajar dari filsafat Aristoteles, oleh
karenanya banyak pemikir islam yang sepaham dengan ajaran Aristoteles dan
kemudian di sandarkan pada agama islam.
[1]
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi,
(Bandung : Pustaka Setia, 2008), halm.435
[2]
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi,
(Bandung : Pustaka Setia, 2008), halm.435 - 436
[3]
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Filsafat,
(Surabaya : Sunan Ampel Press, 2012), halm. 6-10
[5] http://ulielambry.wordpress.com/ Sejarah Munculnya Filsafat Islam, Posted: 14 Februari 2012 in Article
[6]
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi,
(Bandung : Pustaka Setia, 2008), halm. 440 - 443
[7]
Muzairi,M.Ag, Filsafat Umum, (Yogyakarta : Teras, 2009), halm. 109
[8]
Ibid, halm. 109-111
[9]
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi,
(Bandung : Pustaka Setia, 2008), halm. 445 - 455
[10]
Muzairi,M.Ag, Filsafat Umum, (Yogyakarta : Teras, 2009), halm. 112-115
[11]
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi,
(Bandung : Pustaka Setia, 2008), halm. 503-505
[12]
Muzairi,M.Ag, op.cit, halm. 122
Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
إرسال تعليق