Perkembangan
Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan
Dilihat
dari perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam, dapat disimpulkan
bahwa madrasah adalah hasil evolusi dari masjid sebagai lembaga
pendidikan, sebelum berpindahnya lembaga pendidikan Islam dari masjid ke
Madrasah, sebenarnya masjid sendiri secara fisik telah mengalami evolusi.
Lamanya pendidikan di dalam masjid menuntut tersedianya tempat permanent bagi
siswa yang datang dari jauh, kebutuhan ini dijawab dengan pengenalan khan
(asrama) disamping masjid yang dipelopori oleh Badr bin Hasanawyh. Maka dalam
hal ini madrasah merupakan perkembangan berikutnya dari masjid dan masjid
berasrama (masjid khan). George Makdisi menekankan bahwa masjid khan yang
kemudian tumbuh menjadi madrasah adalah masjid khan tempat dimana fiqih
merupakan bidang studi utamanya, ini sesuai dengan pandangan bahwa madrasah
adalah lembaga pendidikan hukum (college of law).
Sebagaimana
dijelaskan Hasan Asari, Nakosteen menulis: "Pendidikan yang tersedia di
maktab, sekolah istana, dan masjid mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang
sangat jelas berdasarkan tujuan pendidikan, kurikulum sangat terbatas,
lembaga-lembaga ini tidak berhasil memikat guru-guru terbaik,
fasilitas-fasilitasnya tidak menawarkan lingkungan pendidikan yang kondusif,
konflik antara tujuan-tujuan kependidikan dengan tujuan-tujuan keagamaan di
masjid hampir tidak bisa didamaikan lagi. Pendidikan menuntut keaktifan (dan
menimbulkan kebisingan) yang mengganggu kehidmatan peribadatan, karena itu
menjadi penting untuk mengurangi sebanyak mungkin tanggungjawab masjid yang
berkaitan dengan pendidikan. Pendirian sebuah tipe lembaga pendidikan yang baru
yakni madrasah, adalah alamiyah dan perlu. Sebuah faktor ekternal yang juga
berperan dalam pengembangan konsep baru ini adalah kenyataan bahwa kemajuan dan
penyebaran pengetahuan melahirkan kelompok orang yang kesulitan membangun
kehidupan yang layak dengan pengetahuan abstrak mereka, memajukan pendidikan
dan menyediakan penghasilan kelompok ini adalah bagian dari alasan didirikannya
madrasah-madrasah."
Dari
kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya istilah pengajaran di madrasah yaitu: Pertama Halaqoh-halaqoh
(lingkaran belajar) untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, yang
didalamnya terjadi berbagai diskusi dan perdebatan, sering mengganggu
orang-orang yang beribadah di masjid. Karena itu ada upaya untuk segera
memindahkan halaqoh-halaqoh tersebut keluar masjid. Didirikanlah
ruangan-ruangan dan kelas-kelas sehingga tidak mengganggu kegiatan ibadah. Lama
kemudian muncul keinginan untuk benar-benar memisahkan lembaga pendidikan islam
itu dari msjid kebangunan tersendiri yang lebih permanen, dari situlah muncul
madrasah.
Kedua dengan
makin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik agama maupun pengetahuan umum (waktu
itu dikenal dengan sebutan al-ulum al-aqliyah, ilmu-ilmu rasional), maka makin
banyak diperlukan ruangan dan kelas untuk mengajarkan dan menampung para murid
yang kian hari kian bertambah. Masjid tidak bias mengakomodasikan kebutuhan
tersebut. Apalagi mulai berkembangnya pendapat bahwa pengetahuan umum sebaiknya
tidak diajarkan di dalam msjid. Karena itu madrasah menjadi pilihan yang
dianggap cukup memadai untuk menampung kebutuhan tersebut.
Ketiga pada
abad ke-4 H. syiah telah tumbuh menjadi faham dan gerakan keagamaan yang kuat
yang berkembang di hamper seluruh dunia Islam. Syiah tidak hanya menjadi
gerakan politik tetapi juga gerakan ilmu pengetahuan yang secara aktif dan
sistematis menyebarkan ide-idenya melalui lembaga-lembaga pendidikan, keadaan
ini sangat menantang kaum muslimin dari kalangan sunni, karena itu mereka
mendirikan madrasah-madrasah sebagai lembaga pendidikan yang oleh para
ulama fiqih kemudian digunakan untuk mengembangkan sekaligus mempertahankan
faham ahlusunnah.
Keempat pada
masa bangsa Turki Seljuk melulai berpengaruh dalam pemerintahan bani abbasyiah
(1055-1194) dan mempertahankan kedudukan mereka dalam pemerintahan, mereka
berusaha untuk menarik hati kaum muslimin. Dengan jalan memperhatikan
pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum, mereka juga berusaha mendirikan
madrasah-madrasah ini di berbagai tempat dan dengan dilengkapi sarana dan
fasilitas yang diperlukan. Guru-guru digaji secara khusus untuk mengajar
dimadrasah-madrasah yang mereka dirikan.
Kelima mereka
mendirikan madrasah-madrasah dengan harapan mendapatkan simpati rakyat umum
disamping ampunan dan pahala dari Allah SWT.
Dan keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia, menurut para ahli pendidikan, khususnya dalam
bidang sejarah pendidikan Islam, seperti Azyumardi Azra, Maksum, Hasbullah,
Steenbrink, Nakosteen, dan lain-lain, sebenarnya bukan merupakan satu mata
rantai sejarah tumbuh dan berkembangnya madrasah di masa Islam Klasik. Tetapi madrasah di Indonesia muncul sebagai kelanjutan logis lembaga
pendidikan Islam sebelumnya, khususnya Jawa, yaitu pesantren. Pandangan ini,
diperkuat oleh suatu kenyataan bahwa masuknya Islam ke Nusantara, baik
gelombang pertama (abad ke-7 M) maupun gelombang kedua (abad ke-13 M) tidak
diikuti oleh muncul atau berdirinya madrasah. Dengan alasan itu pula, maka
secara historis menurut Nurcholish Madjid, pesantren seringkali disebut tidak hanya
identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia
(indigenous).
Dengan demikian, pertumbuhan madrasah di Indonesia dianggap sebagai memiliki latar belakang
sejarahnya sendiri, bukan madrasah dalam tradisi pendidikan Islam masa klasik
(abad ke -11-12 M) seperti di Timur Tengah; tetapi sangat dimungkinkan ia
merupakan konsekuensi logis dari pengaruh intensif pembaruan pendidikan Islam
di Timur Tengah (dan dunia Islam) pada masa modern atau sekitar awal abad ke-20
M. Dari perjalanan kelembagaan pendidikan Islam tersebut, berangsur-angsur
madrasah mengalami modernisasi sistem pendidikan, terutama pola pembelajarannya
yang dikelola dengan sistem “madrasi”,yang dikemudian hari dikenal dengan
sebutan “madrasah”.[1]
Karena itu sejak kemunculannya madrasah di
Indonesia sudah mengadopsi sistem sekolah modern dengan ciri-ciri digunakannya
sistem kelas, pengelompokan pelajaran, penggunaan bangku, dan dimasukkan
pengetahuan umum sebagai bagian dari kurikulumnya. Sebagai kelanjutannya,
lembaga pendidikan Madrasah ini secara berangsur-angsur diterima sebagai salah
satu institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam perkembangan
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Kemudian, sejak awal pertumbuhannya orientasi
madrasah dijatuhkan pada pilihan-pilihan sebagai berikut; (1) madrasah sebagai
lembaga pendidikan yang semata-mata untuk mendalami agama (tafaqquh fī al-dīn),
yang biasa disebut sebagai madrasah diniyah salafiyah; dan (2) madrasah yang
didirikan tidak hanya untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam,
tetapi juga memasukkan pelajaran-pelajaran yang diajarkan oleh sekolah-sekolah
yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Dilihat dari segi karateristiknya, pada
dasarnya madrasah di Indonesia bersifat populis (merakyat). Menurut Steenbrink,
misalnya, segi populis karakteristiknya adalah karena madrasah di Indonesia
pada umumnya tumbuh dan berkembang atas inisiatif tokoh masyarakat yang peduli,
terutama para ulama yang membawa gagasan pembaruan pendidikan, setelah mereka
kembali dari menuntut ilmu di Timur Tengah. Selain itu, dana pembangunan dan
pendidikan berasal dari swadaya masyarakat.
Berbeda dengan madrasah pada masa Islam klasik,
dimana madrasah pada masa tersebut terlahir sebagai gejala urban atau kota,
dengan inisiatif yang datang dari penguasa. Sebagai akibatnya, praktis madrasah
tidak kesulitan menyerap hampir segenap unsur dan fasilitas modern, seperti
bangunan yang permanen, kurikulum yang tertata rapi, pergantian jenjang
pendidikan, dan anggaran dana yang relatif lancar karena langsung dikucurkan
oleh pemerintah.
Selain itu, sebagaimana diterangkan di muka
bahwa secara teknis madrasah mempunyai kesamaan dengan sekolah, tetapi dilihat
dari karakteristiknya sebenarnya ada perbedaan; madrasah sangat menonjolkan
nilai religius masyarakatnya, sementara sekolah merupakan lembaga pendidikan
umum dengan pelajaran universal dan terpengaruh iklim pencerahan Barat.
Istilah madrasah dalam berbagai penggunaannya
sebenarnya mempunyai banyak pengertian dan ruang lingkup. Namun yang perlu
digarisbawahi adalah madrasah dalam pengertian sebagaimana sistem
perundang-undangan kita yang terdapat dalam keputusan Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri yang mengatur tentang madrasah, yaitu bahwa madrasah sebagai
lembaga pendidikan agama Islam yang di dalam kurikulumnya memuat materi
pelajaran agama dan pelajaran umum, di mana mata pelajaran agama lebih banyak
dibandingkan dengan mata pelajaran agama pada sekolah umum.
Pengertian dan karakteristik madrasah di
Indonesia sebagaimana diterangkan di muka membawa konsekuensi untuk dirumuskan
secara benar dan tepat mengenai visi, misi dan pengembangannya (tujuan)
madrasah. Tentunya, untuk merumuskan semua itu harus mempertimbangkan
nilai-nilai normatif, religius, dan filosofis yang diyakini kebenarannya;
melihat kondisi obyektif di mana pendidikan madrasah diselenggarakan; dan yang
tidak kalah penting adalah pertimbangan atas berbagai isu strategis yang
dihadapi bangsa Indonesia, sekarang dan mendatang.
Mencermati hal tesebut, maka visi pendidikan
madrasah memuat dua spektrum, satu sisi visi yang bersifat mikro dan di sisi
lain bersifat makro. Secara mikro, visi pendidikan madrasah adalah “terwujudnya
masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki sikap agamis, berkemampuan
ilmiah-amaliah, terampil dan profesional”. Sedangkan visi makro madrasah adalah
“terwujudnya individu yang memiliki sikap agamis, berkemampuan ilmiah-diniyah,
terampil dan profesional, sesuai dengan tatanan kehidupan” Sedangkan sebagai
bentuk operasionalisasi dari visi madrasah, maka haruslah dirumuskan misi yang
sepadan. Mengenai misi pendidikan madrasah, adalah “menciptakan calon agamawan
yang berilmu; menciptakan calon ilmuwan yang beragama; dan menciptakan calon
tenaga terampil yang profesional dan agamis”.
Berangkat dari visi dan misi pendidikan madrasah sebagaimana di atas, maka dapatlah
diformulasikan bahwa arah pengembangan pendidikan madrasah pada hakikatnya
bertujuan untuk dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.[2]
Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
+ komentar + 1 komentar
makasih , , , ,
إرسال تعليق