Apakah Faktor Kekalahan dari Perang Uhud????

الأحد، 3 مارس 20130 komentar



Faktor yang menyebabkan kekalahan kaum Muslimin

Terjadi kesalahan fatal yang dilakukan para pemanah, sehingga bisa membalik keadaan secara total dan akhirnya menimbulkan kerugian yang amat banyak bagi kaum muslimin, bahkan hampir saja menyebabkan kematian pada Nabi Shallallahu Alaihi waSallam. Kejadian ini pengaruh sangat kurang menguntunkan bagi ketenaran dan kehebatan mereka setelah meraih kemenangan di Badr.
Telah kami tekankan perintah Nabi yang sangat keras terhadap para pemanah itu, agar mereka tetap di atas bukit, dalam keadaan kalah maupun menang. Sekalipun sudah ada perintah yang sangat tegas ini tatkala pasukan pemanah melihat orang-orang Muslim sudah mengumpulkan harta rampasan dari pihak musuh, mereka dikuasai egoisme kecintaan terhadap duniawi. Mereka saling berkata, “Harta rampasan, harta rampasan ! Rekan-rekan kalian sudah menang. Apalagi yang kalian tunggu?”
Komandan mereka, Abdullah bin Jubair mengingatkan perintah Rasulullah kepada mereka, dengan berkata,”Apakah kalian sudah lupa apa yang dikatakan Rasulullah kepada kalian?”
Tetapi mayoritas di antara mereka tidak mempedulikan peringatan ini. Mereka berkata, “Demi Allah, kami benar-benar akan bergabung dengan mereka agar kita mendapatkan bagian dari harta rampasan itu.
Kemudian ada 40 orang meninggalkan pos di atas bukit, lalu mereka bergabung dengan pasukan inti untuk mengumpulkan harta rampasan. Dengan begitu punggung pasukan muslimin menjadi kosong, tinggal Ibnu Jubair dan sembilan rekannya. Sepuluh orang ini tetap berada di tempat semula hingga ada perintah bagi mereka.[1]Pada waktu itulah Khalid bin Walid megambil kesempatan, dia sebagai komandan kavelari  Mekkah pasukannya dikerahkan ke tempat pasukan pemanah, dan mereka ini pun berhasil dikeluarkan dari sana.
Tindakan ini tidak disadari oleh kaum muslimin. tiba-tiba khalid bin Walid berseru sekuat –kuatnya, dan sekaligus pihak Quraisy pun mengerti, bahwa ia telah dapat membalikkan anak buahnya ke belakang tentara muslim. Mereka yang tadinya sudah mundur sekarang kembali lagi maju dan mendera kaum Mulimin dengan pukulan maut yang hebat sekali. Di sinilah giliran bencana itu berbalik. Setiap muslim telah melemparkan kembali hasil renggutan yang sudah ada di tangan itu, dan kembali mereka mencabut pedang hendak bertempur lagi.
Tetapi sayang, barisan sudah cetang perenang persatuan sudah pecah belah, pahlawan-pahlawan teladan dari kaum Muslimin telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka yang tadinya berjuang dengan perintah Allah, sekarang berjuang hendak menyelamatkan diri dari cengkraman maut, dari lembah hinaan. Mereka yang tadinya berjuang dengan bersatu-padu, sekarang mereka berjuang dengan bercerai-berai. Tak tau lagi haluan hendak kemana, jadi tidak heran, apabila ada seorang Muslim menghantamkan pedangnya kepada sesama muslim dengan tanpa disadarinya.
Terdengar pula ada suara orang teriak-teriak, bahwa Rasulullah sudah terbunuh. Keadaan makin panik, makin kacau balau. Kaum Muslimin jadi berselisih, satu sama lain, dengan tiada mereka sadari lagi karena mereka sudah tergopoh-gopoh, sudah kebingungan. Kaum muslimin telah membunuh sesama muslim, Husail bin Jabir membunuh Abu Hudhaifa kerena sudah tidak diketahuinya lagi. Yang paling penting bagi setiap Muslim ialah menyelamatkan diri; kecuali mereka yang telah mendapat perlindungan Tuhan, seperti Ali bin Abi Thalib misalnya.
Akan tetapi begitu Quraisy mendengar Muhammad telah terbunuh, mereka terjun tempat dia tadinya berada. Masing-masing ingin supaya dialah yang membunuhnya, suatu hal yang akan dibanggakan oleh generasi kemudian. Ketika itulah muslimin yang dekat sekali dengan Nabi bertindak mengelilinginya, menjaga dan melinduunginya. Iman  mereka telah tergugah kembali memenuhi jiwa, mereka kembali mendambakan mati, dan hidup duniawi ini dirasanya sudah tidak ada artinya lagi. Keberanian mereka makin bertambah bilamana mereka melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu telah mengenai diri nabi. Gigi gerahamnya yang sebelah terkena, wajahya pecah-pecah dan bibirnya luka-luka. Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajahnya, telah menusuk pula menembusi pipinya. Batu-batu yang menimpanya itu dilemparkan oleh Utba bin Waqqash..
Sekarang Rasul dapat menguasai diri. Ia berjalan sambil dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Tetapi tiba-tiba ia terperosok ke sebuah lubang. Cepat-cepat Ali bin Abi Tholib menghampirinya, dan Thalhah mengangkatnya hingga ia berdiri kembali. Ia dan sahabat-sahabatnya terus mendaki Gunung Uhud, dan dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh.
Sesudah pertempuran itu berakhir dan sementara kaum Muslimin masih beristirahat, mereka perempuan-perempuan yang di kepalai oleh Hindun bersama-sama dengan wanita-wanita lain pergi hendak penganiaya mayat-mayat Muslimin; mereka memotongi telinga dan hidung-hidung mayat itu, yang di pakai kalung oleh hindun, kemudian dibedahnya perut Hamzah dikeluarkan Jantungnya lalu di kunyah: tapi ia tidak dapat menelannya. Bahkan kaum prianya pun ikut pula melakukan kejahatan itu, sehingga Abu Sufyan sendiri menyatakan lepas tangan dari perbuatan itu. Bahkan ia pernah berkata, “Mayat-mayatmu telah mengalami penganiayaan, tapi aku sungguh tidak senang, juga tidak benci; aku tidak melarang dan tidak memerintahkan.
Selesai menguburkan mayat-mayatnya, Quraisy pun pergi, sekarang kaum Muslimin menguburkan mayat-mayatnya pula. Kemudian Muhammad pergi hendak mencari Hamzah , kemudian dia melihatnya sudah dianiaya, ia merasa sangat sedih hingga ia berkata; “Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka seperti kau. Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang menyebabkan amarahku seperti kejadian ini.[2]

Nabi memerintahkan supaya korban-korban itu dikuburkan di tempat mereka melalui ajalnya dan Hamzah juga dikuburkan. Sesudah itu kaum Muslimin berangkat ke Madinah, di bawah pimpinan Muhammad, dengan, meninggalkan 70 orang korban. Kepedihan terasa sekali di hati mereka; karena kehancuran yang mereka alami setelah mendapat kemenangan, setelah sukses yang gilang-gemilang. Semuanya terjadi karena pasukan pemanah yang melanggar perintah nabi dan terlalu sibuk dengan harta rampasan.[3]
Maka keesokan harinya, yaitu pada hari senin 17 syawal, dikerahkan  Rasulullah semua pasukannya yang turut di dalam pertempuran kemarin keluar mengejar musuh, yang pada waktu itu telah tiba di Arrauha dalam perjalanan mereka ke Makkah. Benar taktik beliau ini besar sekali artinya, baik buat tetangga mereka maupun buat musuh mereka sendiri. Karena sewaktu Abu Sufyan mendengar bahwa pasukan dari madinah telah keluar untuk mengejar mereka, tersangkalah mereka, bahwa Rasulullah telah datang membawa bala bantuan baru. Sebab itu ia merasa sangat bimbang. Karena ia bertahan dan melawan; tetapi kalau pertempuran ini membawa kekalahan sudah tentu nama kehormatan Quraisy akan kembali lagi. Tetapi kalau ia lari terpikir olehnya akan aib perbuatanya di mata seluruh bangsa Arab. Sebab tu dicobalah  taktik mengancam sambil berlari.
Kepada satu kafilah yang akan pergi ke Madinah ia berpesan minta disampaikan kepada Rasulullah bahwa ia dan tentaranya sedang dalam perjalanan kembali untuk menghabiskan segenap sisa-sisa pasukan islam yang masih tersisa.
Pesan ini diterima Rasulullah di Hamrualasad, pesan ini diterima Rasul dengan ketetapan hati yang tidak tergoncanng sedikitpun. Tiga hari, tiga malam dinyalakanya api besar, supaya dilihat oleh Abu sufyan, bahwa kaum muslimin bersiap sedia menanti kedatangannya.

Tetapi malihat pendirian Nabi seteguh itu maka Abu Sufyan bertambah yakin, bahwa Rasulullah membawa bantuan baru yang tentunya sulit untuk ditaklukkan; dan bertambah kecutlah hati mereka untuk melawan. Dengan pendirian “baik miring dari pada tertelungkup” maka diambillah keputusan menarik pasukannya kembali ke Makkah, dan bagi kaum Muslimin ini sangat menguntungkan, karena dengan begitu penghargaan tetangga mereka yang terdiri dari kaum Yahudi dan munafik itu, yang tadinya hampir hilang, karena perang Uhud, sekarang hidup kembali.[4]


[1] Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury,Sirah Nabawi.(jakarta timur; Pustaka Al-Kautsar,2009) hlm.296
[2]Muhammad Zakariya,Ta’lim Fadhail A’mal, (Cirebon: Pustaka Nabawi,1993)hlm.305
[3] Ibid, hlm.307
[4] H.Rus’an lintasan Sejarah Islam(Singapura;Pustaka Nasional Pte Ltd Suite,1982)hlm. 153

Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
Share this article :

إرسال تعليق

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ilmu ngawor tepak - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger