Waktu
dan Tempat Terjadinya Perang Uhud
Pagi-pagi
sekali kaum Muslimin berangkat menuju Uhud. Lalu mereka memotong jalan
sedemikian rupa sehigga pihak musuh itu berada di belakang mereka. Selanjutnya
Muhammad mengatur barisan para sahabat. 50 orang barisan pemanah ditempatkan di
lereng-lereng gunung, dan kepada mereka diperintahkan:
“Lindungi
kami dari belakang, sebab kita kuatir mereka akan mendatangi kami dari
belakang. jika kamu lihat kami yang diserang jangan pula kami dibantu, juga
jangan kami pertahankan. Tetapi tugasmu
ialah menghujani kuda mereka dengan panah, sebab dengan serangan panah kuda itu
takkan dapat maju.” selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan menyerang siapa pun, sebelum ia memberi
perintah menyerang.
Adapun
pihak Quraisy mereka pun juga sudah menyusun barisan. Barisan kanan dipimpin
oleh Khalid bin Walid dengan sayap kiri dipimpin oleh Ikrima bin Abi Jahl.
Bendera diserahkan kepada Abd’l ‘Uzza Talha bin Abi Talha. Wanita-wanita
Quraisy sambil memukul tambur dan genderang berjalan di tengah-tengah barisan
itu. Mereka dipimpin oleh Hindun bin ‘Utba, istri Abu Sufyan[1]
Kedua
belah pihak sudah siap bertempur. Masing-masing sudah mengerahkan pasukannya.
Yang selalu teringat oleh Quraisy ialah peristiwa Badr dan korban-korbannya.
Yang selalu teringat oleh kaum Muslimin adalah Tuhan serta pertolongan-nya.
Muhammad berpidato dengan memberi semangat dalam menghadapi pertempuran itu ia
menjanjikan pasukannya akan mendapat kemenangan apabila mereka tabah. Sabilah
pedang dipegangnya sambil berkata: “Siapa yang akan memegang pedang ini guna di
sesuikan dengan tugasnya?’’
Beberapa
orang tampil. Tapi pedang itu tidak pula diberikan kepada mereka. Kemudian Abu
Dujana Simak bin Kharasya dari banu Sa’ida tampil seraya berkata: “Apa
tugasnya, Rasulullah ?’’
Tugasnya
adalah menghantam pedang kepada musuh sampai ia bengkok”, jawabnya.
Siapa
Abu Dujana ?
Abu
Dujana ialah seorang pahlawan Bani Sa’idah yang gagah perkasa dari kaum Anshar.
Ia lebih terkenal dengan gelaran “Ashaba ulhamra” atau Bebat Merah dann di
sebut juga “Ashabatul Maut” atau Bebat Mati. Karena apabila ia telah
membebatkan kain merah di kepalanya, taulah orang, bahwa ia akan berperang
mati-matian.
Serenta pedang sakti itu di terimanya maka, diikatkan di
kepalanya dan dengan gaya ia maju ke tengah-tengah dua barisan yang sedang
berhadap-hadapan itu. Sebelum terjadi pertempuran ramai mula-mula maju dari
pihak pemimpin bendera pasukan Quraisy, Thalhah bin Abi Thalhah bersumber
mencari lawan. “Hai kawan-kawan Muhammad, katanya, kamu berkata, bahwa Allah
mempercepat kami masuk neraka dengan pedang kamu dan mempercepat kamu masuk
surga dengan pedang kami; maka siapakah di antara kamu yang ingin lekas masuk
surga dengan pedangku atau ingin mempercepat aku masuk neraka dengan
pedangnya?”.
“Saya, jawab Ali bin Abi Tholib, menyongsong, demi Tuhan
yang jiwaku berada di tangannya, saya
bersumpah bahwa saya tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum saya antarkan
engkau ke dalam neraka dengan pedangku atau engkau antarkan aku ke dalam surga
dengan pedangmu”.
Dan
keduanya pun maju berhadap-hadapan. Tetapi sebelum sempat Thalhah bin Abi
Thalhah berbuat apa-apa, Ali bin Abi Tholib dengan kecepatan kilat datang
menyambar kaki musuhnya dengan pedangnya; dan dengan sekali tetak saja kaki
musuhnya itu putus di pukulnya dan terus jatuh terkulai.
Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Dujannah dengan pedang
Nabi di tangannya dan beberapa pahlawan-pahlawan islam yang lain majulah dengan
keberanian yang luar biasa masuk membelah dan mencerai beraikan musuh. Hak
pedang Rasulullah yang pasti itu di bayarkan Abu Dujannah itu dengan
sebaik-baiknya. Tidak seorang musuh pun yang berani berdiri di hadapannya
melainkan di pukulnya sampai terhuyung dan jatuh ke tanah. Satu persatu
musuh itu di hajarnya, istri Abu Sufyan,
yang hampir saja kepalanya terbelah, kalau ia tidak berteriak memperkenalkan
dirinya bahwa ia seorang perempuan dengan suaranya yang halus [2]
Dengan
secara keras sekali pihak Quraisy pun menyerbu pula ke tengah-tengah
pertempuran itu. Dua sedang jumlah yang lebih kecil yang tidak seimbang itu,
baik jumlah orang maupun perlengkapan, sekarang berhadap-hadapan. Kekuatan
dengan jumlah yang besar ini motifnya adalah balas dendam, sedang jumlah yang
lebih kecil motifnya adalah: pertama mempertahankan aqidah dan agama Allah;
kedua mempertahankan tanah air dan segala kepentingannya. Mereka itu terdiri
dari orang-orang yang lebih kuat dan jumlah pasukan lebih besar. Di belakang
mereka itu kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Hamzah bin Abdul
Mutholib adalah seorang pahlawan arab terbesar dan paling berani. Ketika
terjadi perang Badr dialah yang menewaskan ayah dan saudara Hindun dan tidak
sedikit orang-orang yang di cintainya yang di tewaskan, dalam perang uhud pun
Hamzah adalah Singa dan pedang Tuhan yang tajam. Di tewaskannya Arta bin Abd
Surahbil, Siba’ bin Abd Uzza al-ghubsyani, dan setiap musuh yang di jumpainya
nyawa mereka tidak luput dari renggutan pedangnya.[3]
Meskipun pada akhirnya, beliau menemui ajalnya, sebagai syahid ditengah medan,
tetapi tewasnya tidak sia-sia. Ia tewas sesudah membinasakan tidak kurang dari
31 orang musyrikin.
Akan sebab kematian beliau itu diriwayatkan oleh wahsyi,
bukan habsy yang membunuhnya, demikian; “saya seorang budak habsyi yang sangat
pandai memanah, tuanku, Jubair bin muth’im dan hindun istri abu sufyan berjanji
akan memerdekakan aku, kalau aku dapat membunuh hamzah. Kemudian
inilah yang menarik aku untuk ikut dalam peperangan itu. Maka tatkala
pertempuran antara kedua pihaknya sedang beraku dengan hebat saya pun pergi
mengintainya. Ia kulihat ditengah medan perang. Maka kuangkatlah panah, ku
bidikkan baik-baik dan lalu kulepaskan, melayang......... jatuh tepat mengenai
bawah pusarnya. Ia rebah dan mati disitu juga. Anak panah ku tarik kembali dan
saya pun kembali ke kekhimah, maksudku telah sampai, yaitu akan menebus
kemerdekaanku. Dan sekembali kami di Makkah saya pun dimerdekakan”.
Syahdan
oleh dorongan pasukan islam yang bersemangat, pasukan Quraisy berganda-ganda
besarnya itu terpaksalah mundur dalam kedaan kacau balau. Inilah satu mu’jizat
didalam riwayat peperangan : satu pasukan yang hanya sebesar 650 dapat
mengalahkan musuh sebesar 3000 banyaknya, lengkap pula persediaan dan
persenjataan.
Kemenagan yang sangat luar biasa yang didapatkan oleh
pasukan islam didalam babakan pagi itu menurut sebagian ahli riwayat adalah
semata mata karena kecakapan nabi mengatur susunan tentaranya terutama
taktiknya memperjakan barisan pelempar dibelakang garis, dilereng bukit Uhud
itu.[4]
[1] Muhammad
Zakariya, Ta’lim fadhail a’maal. (cirebon: Pustaka Nabawi, 1993) hlm.
294
[2] H. Rus’an,Lintasan
Sejarah Islam (Singapura; Pustaka Nasional Pte Ltd Suite, 1982)hlm.143
[3]Muhammad
Zakariya,Ta’lim Fadhail A’mal, (Cirebon: Pustaka Nabawi,1993)hlm.297
[4]
H.Rus’an lintasan Sejarah Islam(Singapura;Pustaka Nasional Pte Ltd
Suite,1982)hlm.144
Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
إرسال تعليق