Waktu dan Tempat Terjadinya Perang Uhud

الأحد، 3 مارس 20130 komentar



Waktu dan Tempat Terjadinya Perang Uhud
Pagi-pagi sekali kaum Muslimin berangkat menuju Uhud. Lalu mereka memotong jalan sedemikian rupa sehigga pihak musuh itu berada di belakang mereka. Selanjutnya Muhammad mengatur barisan para sahabat. 50 orang barisan pemanah ditempatkan di lereng-lereng gunung, dan kepada mereka diperintahkan:
“Lindungi kami dari belakang, sebab kita kuatir mereka akan mendatangi kami dari belakang. jika kamu lihat kami yang diserang jangan pula kami dibantu, juga jangan kami pertahankan. Tetapi  tugasmu ialah menghujani kuda mereka dengan panah, sebab dengan serangan panah kuda itu takkan dapat maju.” selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan  menyerang siapa pun, sebelum ia memberi perintah menyerang.
Adapun pihak Quraisy mereka pun juga sudah menyusun barisan. Barisan kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dengan sayap kiri dipimpin oleh Ikrima bin Abi Jahl. Bendera diserahkan kepada Abd’l ‘Uzza Talha bin Abi Talha. Wanita-wanita Quraisy sambil memukul tambur dan genderang berjalan di tengah-tengah barisan itu. Mereka dipimpin oleh Hindun bin ‘Utba, istri Abu Sufyan[1]
Kedua belah pihak sudah siap bertempur. Masing-masing sudah mengerahkan pasukannya. Yang selalu teringat oleh Quraisy ialah peristiwa Badr dan korban-korbannya. Yang selalu teringat oleh kaum Muslimin adalah Tuhan serta pertolongan-nya. Muhammad berpidato dengan memberi semangat dalam menghadapi pertempuran itu ia menjanjikan pasukannya akan mendapat kemenangan apabila mereka tabah. Sabilah pedang dipegangnya sambil berkata: “Siapa yang akan memegang pedang ini guna di sesuikan dengan tugasnya?’’
Beberapa orang tampil. Tapi pedang itu tidak pula diberikan kepada mereka. Kemudian Abu Dujana Simak bin Kharasya dari banu Sa’ida tampil seraya berkata: “Apa tugasnya, Rasulullah ?’’
Tugasnya adalah menghantam pedang kepada musuh sampai ia bengkok”, jawabnya.
Siapa Abu Dujana ?
Abu Dujana ialah seorang pahlawan Bani Sa’idah yang gagah perkasa dari kaum Anshar. Ia lebih terkenal dengan gelaran “Ashaba ulhamra” atau Bebat Merah dann di sebut juga “Ashabatul Maut” atau Bebat Mati. Karena apabila ia telah membebatkan kain merah di kepalanya, taulah orang, bahwa ia akan berperang mati-matian.
Serenta pedang sakti itu di terimanya maka, diikatkan di kepalanya dan dengan gaya ia maju ke tengah-tengah dua barisan yang sedang berhadap-hadapan itu. Sebelum terjadi pertempuran ramai mula-mula maju dari pihak pemimpin bendera pasukan Quraisy, Thalhah bin Abi Thalhah bersumber mencari lawan. “Hai kawan-kawan Muhammad, katanya, kamu berkata, bahwa Allah mempercepat kami masuk neraka dengan pedang kamu dan mempercepat kamu masuk surga dengan pedang kami; maka siapakah di antara kamu yang ingin lekas masuk surga dengan pedangku atau ingin mempercepat aku masuk neraka dengan pedangnya?”.
“Saya, jawab Ali bin Abi Tholib, menyongsong, demi Tuhan yang  jiwaku berada di tangannya, saya bersumpah bahwa saya tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum saya antarkan engkau ke dalam neraka dengan pedangku atau engkau antarkan aku ke dalam surga dengan pedangmu”.
Dan keduanya pun maju berhadap-hadapan. Tetapi sebelum sempat Thalhah bin Abi Thalhah berbuat apa-apa, Ali bin Abi Tholib dengan kecepatan kilat datang menyambar kaki musuhnya dengan pedangnya; dan dengan sekali tetak saja kaki musuhnya itu putus di pukulnya dan terus jatuh terkulai.
Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Dujannah dengan pedang Nabi di tangannya dan beberapa pahlawan-pahlawan islam yang lain majulah dengan keberanian yang luar biasa masuk membelah dan mencerai beraikan musuh. Hak pedang Rasulullah yang pasti itu di bayarkan Abu Dujannah itu dengan sebaik-baiknya. Tidak seorang musuh pun yang berani berdiri di hadapannya melainkan di pukulnya sampai terhuyung dan jatuh ke tanah. Satu persatu musuh  itu di hajarnya, istri Abu Sufyan, yang hampir saja kepalanya terbelah, kalau ia tidak berteriak memperkenalkan dirinya bahwa ia seorang perempuan dengan suaranya yang halus [2]
Dengan secara keras sekali pihak Quraisy pun menyerbu pula ke tengah-tengah pertempuran itu. Dua sedang jumlah yang lebih kecil yang tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan, sekarang berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini motifnya adalah balas dendam, sedang jumlah yang lebih kecil motifnya adalah: pertama mempertahankan aqidah dan agama Allah; kedua mempertahankan tanah air dan segala kepentingannya. Mereka itu terdiri dari orang-orang yang lebih kuat dan jumlah pasukan lebih besar. Di belakang mereka itu kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Hamzah bin Abdul Mutholib adalah seorang pahlawan arab terbesar dan paling berani. Ketika terjadi perang Badr dialah yang menewaskan ayah dan saudara Hindun dan tidak sedikit orang-orang yang di cintainya yang di tewaskan, dalam perang uhud pun Hamzah adalah Singa dan pedang Tuhan yang tajam. Di tewaskannya Arta bin Abd Surahbil, Siba’ bin Abd Uzza al-ghubsyani, dan setiap musuh yang di jumpainya nyawa mereka tidak luput dari renggutan pedangnya.[3] Meskipun pada akhirnya, beliau menemui ajalnya, sebagai syahid ditengah medan, tetapi tewasnya tidak sia-sia. Ia tewas sesudah membinasakan tidak kurang dari 31 orang musyrikin.
Akan sebab kematian beliau itu diriwayatkan oleh wahsyi, bukan habsy yang membunuhnya, demikian; “saya seorang budak habsyi yang sangat pandai memanah, tuanku, Jubair bin muth’im dan hindun istri abu sufyan berjanji akan memerdekakan aku, kalau aku dapat membunuh hamzah. Kemudian inilah yang menarik aku untuk ikut dalam peperangan itu. Maka tatkala pertempuran antara kedua pihaknya sedang beraku dengan hebat saya pun pergi mengintainya. Ia kulihat ditengah medan perang. Maka kuangkatlah panah, ku bidikkan baik-baik dan lalu kulepaskan, melayang......... jatuh tepat mengenai bawah pusarnya. Ia rebah dan mati disitu juga. Anak panah ku tarik kembali dan saya pun kembali ke kekhimah, maksudku telah sampai, yaitu akan menebus kemerdekaanku. Dan sekembali kami di Makkah saya pun dimerdekakan”.
Syahdan oleh dorongan pasukan islam yang bersemangat, pasukan Quraisy berganda-ganda besarnya itu terpaksalah mundur dalam kedaan kacau balau. Inilah satu mu’jizat didalam riwayat peperangan : satu pasukan yang hanya sebesar 650 dapat mengalahkan musuh sebesar 3000 banyaknya, lengkap pula persediaan dan persenjataan.
Kemenagan yang sangat luar biasa yang didapatkan oleh pasukan islam didalam babakan pagi itu menurut sebagian ahli riwayat adalah semata mata karena kecakapan nabi mengatur susunan tentaranya terutama taktiknya memperjakan barisan pelempar dibelakang garis, dilereng bukit Uhud itu.[4]


[1] Muhammad Zakariya, Ta’lim fadhail a’maal. (cirebon: Pustaka Nabawi, 1993) hlm. 294
[2] H. Rus’an,Lintasan Sejarah Islam (Singapura; Pustaka Nasional Pte Ltd Suite, 1982)hlm.143
[3]Muhammad Zakariya,Ta’lim Fadhail A’mal, (Cirebon: Pustaka Nabawi,1993)hlm.297
[4] H.Rus’an lintasan Sejarah Islam(Singapura;Pustaka Nasional Pte Ltd Suite,1982)hlm.144

Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
Share this article :

إرسال تعليق

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ilmu ngawor tepak - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger