Kondisi
Sesudah Perang Salib
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci
sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen
Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada
penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib
ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta
lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib
yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja
atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu
menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, perang
salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat.
Sesudah kota Akka jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah
penghancuran bangsa Ositania (Perancis
Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang
diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan
wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.
Orde Ksatria Salib
mempertahankan wilayah adalah orde Ksatria Hospitaller. Sesudah kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini
menguasai Pulau
Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya
dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.
Peninggalan Dari Perang Salib
Ø Benua Eropa
Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa
bagian Barat dimana pada masa Perang Salib merupakan negara-negara Katolik
Roma. Perang Salib juga menimbulkan kenangan pahit.[12] Banyak pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di
negara-negara Eropa Barat pada masa Renaissance.[13]
Ø
Politik dan Budaya
Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad
Pertengahan.[14] Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh
kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi
yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada
masa awal perang salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan
dengan budaya
Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains,
pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa
perang salib.
Pengalaman militer perang
salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa
mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang
dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai
tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia,
terutama Asia.
Bersama perdagangan,
penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau
barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju
perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada
masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
Ø Perdagangan
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan
balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan
yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para
pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang
Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena
banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk
dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang
penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah
Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan
membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang
ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu
mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal
dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan
banyak lagi.
Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan
Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan
tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan
yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak
abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204,
Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya
jatuh pada tahun 1453.
Melihat apa yang terjadi
terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik
Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen
secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat
disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua
pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama
dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam
dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks
inilah, Perang Salib Keempat dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua
untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang
utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan
secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.
Ø Dunia Islam
Perang salib memiliki efek
yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.[15] Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat
dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21,
sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur
Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia
Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka
panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut ahli sejarah Peter
Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung
menarik diri. Menurut Peter
Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam berpaling ke
dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh
menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses dimana
dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”
Ø Komunitas Yahudi
Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap
bangsa Yahudi[16] di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak ada satu perang salib pun yang pernah
dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang
mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad.
Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat.[17] Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin
merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini
memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan.
Periode perang salib
diungkapkan dalam banyak narasi Yahudi. Di antara narasi-narasi itu, yang
terkenal adalah catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar
Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus
dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari
Bonn.
Ø Pegunungan Kaukasus
Orang Armenia merupakan
pendukung setia Tentara Salib.[18] Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah
kelompok tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam
keadaan terisolasi dengan sebagian budaya perang salib yang masih utuh.
Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai
masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold
Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan
Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah
keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa,
kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard
Halliburton melihat dan mencatat
kebiasaan suku ini pada tahun 1935.
Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
إرسال تعليق