SEJARAH PERANG SALIB
Perang Salib[1] adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat muslim[2] di Palestina
secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut Tanah
Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.[3] Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang
ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan
panji-panji mereka.[4]
Istilah ini juga digunakan
untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di
luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara
agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib
memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad
ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16
dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan
selama masa Renaissance.
Perang Salib pada
hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal
ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu
pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh
sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana
beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal
antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang
Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan
dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu
resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan
penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi
berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan
persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara
kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan
Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.
Penyebab Langsung Perang
Salib
Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius
I kepada Paus
Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[5] Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071,
Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa
ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir
seluruh wilayah Asia
Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks
Timur, Alexius
I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya.
Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius
I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja
untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul
Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak
Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095[6], para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus
tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan
León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar.
Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan
kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit
untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak
memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria
Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi
oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak
hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan
pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah
mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.
Perang Salib I
Pada musim semi tahun 1095
M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman[7], berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara
Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni
1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County
Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat
menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga
berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M[8] dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul
Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County
Tripoli, rajanya adalah Raymond.
Selanjutnya, Syeikh Imaduddin
Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh
puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa
dapat direbut kembali.
Perang Salib II
Kejatuhan County Edessa
ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.[9] Paus
Eugenius III menyampaikan perang suci
yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad
II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah
Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh
Nuruddin Zengi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang
ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian
dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti
Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil mencegah pasukan salib
untuk menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah
merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya
dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan
County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik penguasaan daerah. Dengan
demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88
tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa.
Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad
dari Montferrat berhasil sukses dari
pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin kemudian
mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.
Perang Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun
menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.[10] Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur
berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa -
saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - melalui jalur darat, melewati
Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard
dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan
Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin,
namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Philip
kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah kekuasaan di
Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard
tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan
Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara
Salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam
perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul
Maqdis tidak akan diganggu.[11]
Perang Salib IV
Pada tahun 1219 M, meletus
kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode keenam, dimana
tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir dari Dinasti
Ayyubiyah waktu itu, al-Malik
al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain
Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan
Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut
kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik
al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh
Dinasti
Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M.
Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di
Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
[3] M. Yahya Harun. 1987. Perang Salib
dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta: CV. Bina Usaha Yogyakarta. Hlm. 4.
[6] Michael Collins & Matthew A.Price. THE STORY OF CHRISTIANITY, Menelusuri Jejak Kristianitas. Kanisius. hlm. 108.
[12] Husaini, Adian (2005). Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke dominasi
sekular-liberal. Gema Insani. hlm. 195.
[17] Armstrong, Karen (2003). Perang suci: dari perang salib hingga perang teluk. Penerbit Serambi. hlm. 11.
Klik Dibawah Ini Untuk Menambah Wawasan Anda
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
+ komentar + 4 komentar
Customerservicenumber.ca
I wanted to thank you for this great blog! I really mega888 apk ios enjoying every little bit of it and I have you bookmarked to check out new stuff you post.
I think most people would agree with your article. I am going to bookmark this web site so I can come Online Casino Game Malaysia back and read more articles. Keep up the good work!
Hi I really appreciate all the great content you have here. I am glad I cam across it!
إرسال تعليق